Kementerian Kesehatan mengingatkan semua petugas kesehatan untuk memakai Alat Pelindung Diri( APD) yang pas dalam tiap penindakan permasalahan virus corona. Ketua Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Bambang Wibowo berkata penentuan serta pemakaian APD yang pas untuk akan mampu menghindari transmisi virus SARS- CoV- 2 pemicu Covid- 19.
Pemilihan APD yang efisien itu, kata dia, perlu mempertimbangkan potensi
penularan yang akan timbul dan memahami dasar kerja teknis setiap jenis alat
pelindung diri.
“Penggunaan APD yang tepat guna bisa berfungsi sebagai penghalang antara
bahan infeksius seperti virus dan bakteri pada kulit, mulut, hidung atau
selaput lendir mata bagi tenaga kesehatan maupun pasien,” terang Bambang
dalam konferensi pers di Gedung BNPB, Jakarta, Kamis (9/4).
Ia melanjutkan, APD sebagai penghalang akan
mampu memblokir penularan kontaminan–seperti darah, cairan tubuh, atau
sektresi pernapasan–dari orang yang terinfeksi ke para petugas kesehatan. Tapi
Bambang mengingatkan, penggunaan APD yang tepat guna juga harus dibarengi
dengan praktik pengendalian infeksi yang tertib oleh para petugas kesehatan.
“Seperti mencuci tangan yang benar pada lima momen mencuci tangan serta
etika batuk dan bersin, pembuangan APD yang terkontaminasi dan telah digunakan
untuk mencegah terpaparnya pemakaian dan orang lain dari bahan yang
infeksius,” ucap Bambang.
Beberapa jenis alat pelindung diri yang biasa dikenakan petugas kesehatan antara
lain masker–masker N95, makser bedah, dan masker kain-pelindung wajah,
pelindung mata, gawn, cemelek atau apron, sarung tangan, pelindung kepala, dan
sepatu pelindung.
Untuk masker dalam penanganan kasus
Covid-19, petugas wajib menggunakan masker bedah. Sementara bagi yang melakukan
kontak dengan pasien positif diwajibkan menggunakan masker N95.
“Masker kain tidak dianjurkan untuk tenaga kesehatan, tapi masyarakat
dianjurkan karena akan lebih baik gunakan masker kain dibanding tidak sama
sekali. Masker bedah ini sangat efektif untuk memblokir droplet atau tetesan
partikel besar,” jelas dia lagi.
Sementara untuk penggunaan gawn-coverall, menurut Bambang, Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC)
tidak mensyaratkan penggunaan alat pelindung ini secara khusus. Petugas
bisa menyesuaikan dengan masing-masing fasilitas pelayanan kesehatan.
“Namun apabila fasilitas kesehatan menyediakan maka bisa digunakan. Dan
dalam situasi wabah dengan laju peningkatan kasus positif yang cepat di
Indonesia, maka penggunaan coverall bisa memperluas perlindungan diri bagi
petugas,” sambung Bambang.
Adapun prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam pemilihan APD antara lain:
– Memberikan perlindungan terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya yang dihadapi (seperti percikan kontak langsung ataupun tidak langsung).
– APD harus se-ringan mungkin dan nyaman digunakan.
– Dapat dipakai secara fleksibel.
– Tidak menimbulkan bahaya tambahan.
– Tidak mudah rusak dan memenuhi standar sesuai petunjuk teknis.
– Pemeliharaannya mudah.
– Tidak membatasi gerak petugas kesehatan.
Biarpun begitu Bambang membenarkan, dikala ini keinginan APD begitu besar sedangkan ketersediaan persediaan APD terbatas. Beliau berkata, pada era endemi ini APD bukan saja diperlukan oleh dokter, perawat ataupun tenaga kesehatan lain namun pula penderita serta warga.