Tak Main-main, UGM Daftarkan Alat Deteksi Covid-19 GeNose ke WHO

 Tim pengembang GeNose, alat pendeteksi Covid- 19 besutan para ahli dari Universitas Gadjah Mada( UGM) Yogyakarta, lalu bergerak walaupun temuannya telah mendapatkan izin produksi serta izin edar dari Kementerian Kesehatan ataupun Kemenkes.

“ saya disaat ini telah mengajukan pengakuan alat itu ke World Health Organization( organisasi kesehatan dunia), jadi tidak berhenti di tingkatan nasional,” tutur Pimpinan Tim Pengembang GeNose UGM Kuwat Triyana kepada Tempo, Senin, 28 Desember 2020.

Kuwat menuturkan, pengakuan legalitas dari WHO sangat penting karena wabah ini terjadi secara global. Legalitas internasional itu akan menjadi pijakan kuat aksesibilitas penggunaan alat itu ke depan secara massal.

Selain itu, dengan adanya pengakuan internasional juga menjadi bukti jika tim pengembang tidak main-main dalam menciptakan alat yang mendeteksi virus lewat embusan napas itu.

Selain ke WHO, saat ini tim pengembang juga mengajukan permohonan kepada Kementerian Kesehatan kembali agar GeNose ini juga bisa masuk ekosistem pendeteksian Covid-19 nasional.

“Kalau sekarang kan alat ini baru dapat izin produksi dan izin edar, tapi belum masuk ekosistem pendeteksian Covid-19,” ujar Kuwat.

Kuwat mengatakan masuknya GeNose ke dalam ekosistem pengujian Covid-19 itu justru paling krusial. Sebab ketika sudah masuk ekosistem itu, maka tenaga medis khususnya dokter ke depan bisa merekomendasikan dan mengacu penggunaan alat itu sebelum pasien menjalani tes swab PCR, tak melulu meminta pasien harus rapid test dahulu.

Kuwat menilai, langkah pengujian berbentuk rapid test selama ini seolah memonopoli dalam pengujian Coid-19 sebelum pasien menjalani tes swab PCR.

Hadirnya GeNose akan menjadi penyeimbang, agar ada cara lain selain rapid test untuk deteksi cepat keberadaan virus. 

“Kalau saat ini kan dengan rapid test mungkin ada warga yang tak mampu untuk akses, padahal langkah itu dibutuhkan sebelum tes PCR. Dengan masuknya GeNose ini ke ekosistem itu, dokter pun jadi bisa merekomendasikan langkah uji cepat lain yang lebih murah namun tetap valid,” ujarnya.

Soal jaminan bagaimana efektivitas kerja alat itu saat digunakan, Kuwat mengatakan tak bisa dilepaskan dari sistem kerja yang menopang alat tersebut.

Alat ini bekerja dengan sistem kecerdasan buatan yang akurasinya mendasarkan dari banyaknya pelatihan yang diberikan kepada alat itu. Semakin sering dilatih dengan uji sampel atau subjek yang valid, maka semakin akurat sistem alat itu bekerja.

Total sampel yang sudah diujikan ke alat itu sebanyak 2.000 lebih subjek yang berasal dari delapan rumah sakit rujukan Covid-19 di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Rumah sakit itu meliputi RSUP Dr Sardjito, RSPAU Hardjolukito Yogyakarta, RS Bhayangkara Tk III Polda DI Yogyakarta, RSLKC Bambanglipuro Bantul, RST Dr. Soedjono Magelang, RS Bhayangkara Tk I Raden Said Soekanto Jakarta,  RS Akademik UGM, dan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

“Untuk saat ini untuk akurasi alat itu terhadap sistem tes PCR sebesar 93-95 persen,” ujarnya.

Maksud Kuwat, ketepatan dari percobaan alat itu saat keluar hasilnya 93- 95 persen mendekati hasil tes PCR pasien.“ Jadi disaat hasil percobaan pasien dengan perlengkapan itu menunjukkan reaktif, maka disaat tes PCR dia hasilnya positif( Covid- 19),” ucapnya.

Sumber : Metro Tempo